Kato Nan Ampek

Kato Nan Ampek adalah aturan yang mengikat bagi putera/i Minangkabau dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pemikirannya di kehidupannya sehari-hari. Semakin halus penghayatan seseorang terhadap Kata Yang Empat ini, semakin bernilailah keberadatan orang yang bersangkutan. Sebaliknya, bagi mereka yang tak menerapkan Kato Nan Ampek ini dalam berkomunikasi, semakin rendahlah keadabannya (disebut dengan celaan : Tidak tahu adat).

KATO NAN AMPEK ini terdiri dari :
1) Kato Mandaki (Kata Mendaki), maksudnya bagaimana kita menyatakan pikiran kita baik dalam komunikasi dengan maupun ketika kita membicarakan tentang seseorang yang posisi tawarnya lebih tinggi dari kita, seperti orangtua, guru, ulama, tokoh masyarakat, termasuk pemimpin negara. Merupakan hal yang terlarang kita menyebut mereka dengan namanya saja, atau memberi kata sandang ‘Si’.

2) Kato Manurun (kata menurun) adalah cara berkomunikasi dengan atau membicarakan tentang seseorang yang posisi tawarnya di bawah kita, terutama yang umurnya lebih muda atau memang kepada remaja dan bocah.

3) Kato Mandata (kata mendatar), merupakan cara berbahasa dengan teman sebaya dalam pergaulan.

4) Kato Malereng (kata melereng), adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal apabila mengungkapkan perasaan/ pikiran kepadanya secara gamblang dan terus terang. Dalam kata melereng ini digunakan kata-kata berkiasbanding. Umpama komunikasi antara mertua dng menantu dan sebaliknya.

Insya Allah, satu persatu jenis kata itu akan kita perluas jabarannya pada kesempatan mendatang. Mudah-mudahan dari jabaran singkat ini kita sedikit mampu menentukan apakah orang Minangkabau masih menggunakan kato nan ampek atau tidak, dari komentarnya terhadap postingan ini.

– Syekh Bahlool Al-Majnuny Syufrizal Syarief

sumber : https://www.saribundo.biz/arti-kato-nan-ampek-dalam-istilah-minangkabau.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *